Airlangga Pribadi Kusman
Hal yang menarik dari evolusi mutakhir sejarah demokrasi pada masa ke-21 yaitu proses demokrasi ditandai dengan menguatnya tren gres yang disebut sebagai era monitory democracy. Sebuah era demokrasi dengan bintang film utama yaitu masyarakat sipil yang tidak hanya menjadi penonton , tetapi bekerja sebagai kekuatan vital yang mengontrol , mengawasi , dan mengepung seluruh lokus kekuasaan dan tatanan politik yang eksis.
Hal yang penting dari menguatnya tren monitory democracy yaitu ia mentransformasikan setrik progresif trik kita melihat kembali demokrasi elektoral dengan segenap perangkat institusionalnya , menyerupai pemilu , DPR , dan partai politik. Timbulnya tren monitory democracy menepis anggapan skeptis yang melihat bahwa era gres yang berbasis material kemajuan teknologi informasi sebagai era penolakan atas model demokrasi representatif untuk kembali pada demokrasi eksklusif era Athena.
Melampaui anggapan skeptis di atas , zaman ini melahirkan bentuk-bentuk power-monitoring (pengawasan atas kuasa) berbasis warga , baik yang terwujud dalam forum antikorupsi , forum pengawasan pemilu , forum pemantau DPR , masyarakat transparansi , maupun bentuk gerakan sosial lain , yang tidak memagarkan elite politik membajak proses demokrasi menjadi berkarakter elitis dan korup.
Persoalan yang penting untuk dijawab terkait dengan tren monitory democracy yang bersifat lintas teritorial-geografis ini yaitu makna penting perkembangan evolusi demokrasi ini bagi pemajuan demokrasi di Indonesia. Seperti diuraikan Jeffrey Winters (2011) dalam Oligarchy , Indonesia yaitu referensi masalah bertakhtanya kaum elite oligarki. Mereka menguasai sumber daya ekonomi dan politik yang berpengaruh dan mampu menggunakannya untuk menghadang , membajak , dan menguasai institusi kelembagaan demokrasi dan ekonomi bagi kepentingan mereka.
Bahkan , menyerupai pernah diutarakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD , arena politik elektoral tengah dikuasai oleh para konglomerat dan orang-orang super kaya. Selanjutnya , apa relevansi bagi transformasi demokrasi berbasis kebangkitan pemberdayaan warga bagi keadaan demokrasi di Indonesia yang tengah terbajak oleh belenggu kuasa oligarki dari tingkat nasional hingga lokal?
Tidak dibangun semalam
Sebuah usaha politik tentu bukanlah sebuah perjalanan yang bakal menuai hasil dalam satu malam. Roma tidak dibangun dalam satu hari! Demikian pula dengan yang tengah terjadi di Indonesia.
Selain memperlihatkan ruang bagi proses pembiasaan kekuatan-kekuatan elite oligarki dan predatoris untuk menguasai arena politik , proses reformasi juga membangun ruang kesempatan politik bagi lahirnya inisiatif-inisiatif gres warga negara untuk mengawasi proses demokrasi yang masih berusia muda. Hidup dan matinya masa depan demokrasi Indonesia tengah dipertaruhkan dalam pertarungan di antara kekuatan-kekuatan usang yang ingin memanipulasi proses demokrasi dan tumbuhnya kekuatan gres yang menghidupi demokrasi dalam pemantauan pada seluruh tatanan politik.
Dalam konteks perkembangan proses demokrasi di Indonesia , agaknya optimisme kritis harus terus kita hidupkan. Di tengah masih tersanderanya masalah korupsi oleh belenggu elite predatoris , pemberantasan korupsi di Indonesia telah melahirkan forum swadaya masyarakat menyerupai Indonesia Corruption Watch yang berani membuka kasus-kasus korupsi dan bekerja sama dengan KPK. Lembaga-lembaga pengawasan transparansi juga memperlihatkan proteksi politik berMakna perihal trik warga mengawasi anggaran-anggaran publik di setiap daerah. Juga lahirnya lembaga-lembaga sejenis yang menghidupkan jalan masuk demokrasi Indonesia dari tingkat nasional hingga lokal.
Hal penting yang patut diapresiasi dalam pertarungan menegakkan demokrasi yaitu di tingkat lokal. Setelah kemenangan Joko Widodo dan keberhasilan kekuatan warga untuk mengakibatkan pemimpin organiknya di Jakarta , fenomena terbukanya katup demokrasi di tingkat lokal juga tengah menyeruak di banyak tempat.
Hal yang terbaru yaitu fenomena yang tengah berlangsung di Jawa Timur. Hal ini terkait dengan fenomena penghadangan atas kandidat Pemilihan Umum Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa-Herman S Sumawiredja , yang diduga sarat transaksi politik , memunculkan protes keras. Itu menyebar , baik dari kalangan intelektual , pemberitaan di media massa , gerakan sosial , maupun para pegiat media umum , sebelum kesudahannya Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu mengembalikan hak pasangan itu menjadi kandidat. Semua fenomena ini membuka kembali optimisme kita bakal proses demokrasi.
Beberapa capaian penting seiring mekarnya inisiatif-inisiatif , monitory democracy mesti ditopang prasyarat-prasyarat politik penting. Setidaknya ada dua penopang semoga pengawasan warga berimbas ke rehabilitasi politik.
Pertama , tumbuh kembangnya monitory democracy di Indonesia harus berjalan seiring dengan kehadiran kepemimpinan yang kokoh dalam membela sendi-sendi demokrasi dan pengawasannya oleh kekuatan masyarakat sipil. Tanpa lahirnya kepemimpinan yang berpihak kepada demokrasi , sulit mengaktualisasikan usaha pengawasan demokrasi menjadi kebijakan yang berkarakter daulat rakyat.
Kedua , kekuatan masyarakat sipil yang mengawasi proses demokrasi juga harus memiliki mental baja. Mengingat begitu kuatnya belenggu oligarki yang membalut proses demokrasi kita , kekuatan-kekuatan berbasis publik ini juga harus memiliki huruf spartan yang tidak gampang terkooptasi oleh transaksi politik dan imbalan materiil , semoga mendung politik yang menaungi bumi demokrasi kita berganti dan menyerupai diuraikan Ibu Kita KMaknani , Door Duisternis Toot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang)!
Airlangga Pribadi Kusman , Pengajar Departemen Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Ketika Warga Mengawasi Demokrasi"