Salahuddin Wahid
Partai Syarikat Islam Indonesia melanjutkan peran politik Syarikat Islam yang didirikan HOS Tjokroaminoto. Pada Pemilu 1955 , kekuatan politik partai Islam berkisar pada angka 43 persen. Masyumi menjadi partai terbesar kedua , sedangkan Partai NU menjadi partai ketiga.
Pada Pemilu 1971 , kekuatan politik partai Islam menurun. Hanya Partai NU yang tidak mengecewakan suaranya. Golkar menerima sekitar 62 persen suara. Pada 1973 , partai-partai Islam didorong bergabung ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai-partai non-Islam didorong bergabung ke Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pemenang pemilu 1977-1997 yaitu Golkar alasannya yaitu didukung pemerintah dengan banyak sekali trik. Pemenang kedua , PPP , jauh dari perolehan bunyi Golkar.
Pemilu 1999 yaitu pemilu kedua terbaik sepanjang sejarah Indonesia. Dari 48 akseptor pemilu , terdapat belasan partai Islam atau berbasis massa Islam. Yang menjadi pemenang yaitu PDI-P (sekitar 34 persen). Kedua , Partai Golkar (sekitar 21 persen). Ketiga , PKB (sekitar 12 persen). Keempat , PPP (sekitar 10 persen). Kelima , PAN (sekitar 7 persen).
PKB didirikan oleh tokoh-tokoh utama NU. Struktur NU di banyak tempat mendukung PKB. Namun , sejumlah tokoh NU , terutama di tempat , bergabung dengan PPP , Golkar , dan partai kecil yang didirikan tokoh-tokoh NU. Jelas , pemberian struktur NU itu mendongkrak perolehan bunyi PKB. PAN didirikan Amien Rais , Ketua Umum PP Muhammadiyah yang gres saja mengundurkan diri. Banyak tokoh Muhammadiyah yang aktif di PAN. Saat itu , PAN identik Muhammadiyah.
Pemenang Pemilu 2004 yaitu Golkar. Perolehan bunyi PDI-P menurun belasan persen. Perolehan PKS meningkat setrik mencolok. Sementara perolehan PKB , PPP , dan PAN sedikit turun. Muncul pendatang gres yang tiba-tiba melejit , Partai Demokrat , yang mengandalkan ketokohan SBY.
Pasca-2004 , sebagian tokoh PKB mendirikan Partai Kebangkitan Nasional Ulama dan sebagian tokoh PAN mendirikan Partai Matahari Bangsa. Kedua partai itu tak memperoleh dingklik di DPR. PKB terbelah menjadi kubu Muhaimin dan kubu Gus Dur. Maka , perolehan bunyi PKB pada 2009 anjlok sekitar 50 persen dibanding 2004. Suara PPP juga anjlok. PKS tetap bertahan. Partai Demokrat meroket menjadi pemenang pertama. Golkar dan PDI-P menjadi pemenang kedua dan ketiga. Muncul partai gres yang bukan partai Islam , yaitu Partai Gerindra dan Partai Hanura. Belakangan sejumlah survei menawarkan partai Islam dan berbasis massa Islam mengalami penurunan. PKS mengalami pukulan akhir ditangkapnya Presiden PKS dengan tuduhan suap terkait impor daging sapi. Tentu ada pertanyaan , mengapa partai Islam atau berbasis massa Islam makin menurun perolehan suaranya? Menurut Komaruddin Hidayat , partai Islam bakal mendapatkan hukuman lebih berat dibanding bukan partai Islam jikalau tokohnya korupsi.
Jaringan Ormas Islam
Kita perlu melaksanakan pendekatan berbeda , yaitu melalui aspek keterkaitan ormas Islam/tokohnya terhadap parpol Islam atau berbasis massa Islam. Juga pendekatan melalui aspek mencairnya politik anutan semenjak 1973 sampai kini.
Pada Pemilu 1955 , semua ormas Islam mendukung partai-partai Islam. Muhammadiyah dan semua organisasi afiliasinya mendukung Partai Masyumi. HMI dan PII juga begitu. Karena ormas NU menjadi parpol , semua organisasi afiliasinya mendukung Partai NU. Pada Pemilu 1971 , sudah ada ormas Islam yang mendukung Golkar , yaitu GUPPI. Setelah itu , sejumlah tokoh pesantren di Jawa Timur bergabung dengan Golkar. Kemudian tokoh-tokoh HMI , PII , Muhammadiyah banyak yang menjadi pelopor Golkar termasuk di daerah.
Pada Muktamar 1984 , NU mendapatkan asas Pancasila dan menyatakan bakal menjaga jarak yang sama terhadap semua parpol yang ada. Maka , banyak tokoh NU yang menjadi pelopor Golkar. Bahkan , Gus Dur juga menjadi anggota MPR dari FKP. Tokoh-tokoh ormas Islam yang dulu aktif di Golkar hampir semua tetap berkiprah di Partai Golkar. Perubahan perilaku NU yang dulu memperjuangkan negara berdasar Islam dan sekarang mendapatkan asas Pancasila , membawa perubahan fundamental dalam diri bawah umur muda NU. Perubahan yang sama mungkin juga terjadi di dalam Muhammadiyah dan ormas Islam lain.
Ketika Aburizal Bakrie menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar , terlihat tugas tokoh HMI dalam DPP Partai Golkar mulai menurun , tetapi di tingkat tempat jaringan mereka masih cukup kuat. Anas Urbaningrum bisa meraih posisi Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Itu bisa dicapai berkat kemampuan jaringan alumni HMI menyusun kekuatan di dalam struktur Partai Demokrat. Badai politik yang menerjang Anas tidak mengurangi kekuatan jaringan HMI di dalam Demokrat. Alumni PMII juga ada di Golkar dan Partai Demokrat , tetapi tidak sekuat alumni HMI.
Kekuatan jaringan tokoh ormas Islam di Partai Golkar , Partai Demokrat , dan Partai Hanura merupakan daya tarik bagi pemilih dari kalangan Islam. Kini , sudah cukup banyak alumni HMI dan PMII dan pelopor NU yang masuk ke dalam PDI-P melalui Baitul Muslimin Indonesia.
Aliran Islam
Saat pembahasan RUU Perkawinan (1973) terjadi penolakan berpengaruh terhadap sejumlah pasal dalam RUU itu. Visi kenegarawanan Pak Harto membuat Golkar dan ABRI mendapatkan permintaan perubahan dari PPP , yang membuat UU Perkawinan jadi UU pertama yang mendapatkan ketentuan syariat Islam yang pMaknakular. Hanya PDI yang menolak. Peristiwa yang sama terulang ketika dewan perwakilan rakyat mendapatkan UU Peradilan Agama. Golkar , ABRI , dan PPP mendapatkan UU itu , sedangkan PDI menolak.
Pengalaman di atas menumbuhkan kesadaran dalam masyarakat bahwa Golkar ternyata tak anti-Islam menyerupai terlihat pada Pemilu 1971. Saat itu , pemerintah dan Golkar memang gigih melawan partai-partai Islam yang belum mendapatkan asas Pancasila. Pengalaman menunjukan , Golkar selalu memihak kalangan Islam dalam pembahasan UU yang mengandung pasal-pasal yang menimbulkan pro-kontra berpengaruh terkait duduk masalah keagamaan. Misalnya , UU Sisdiknas dan UU Pornografi. Kalau mau ditarik ke awal , Partai Demokrat dan Partai Hanura tak banyak berbeda ideologinya dengan Golkar. Mungkin Gerindra dan Nasdem juga demikian. Kaprikornus tidak ada garis batas atau pembeda yang tegas antara Partai Golkar dan turunannya dengan partai-partai Islam dan partai berbasis massa Islam dalam duduk masalah kekerabatan agama dan negara.
Jadi , berdasar dua aspek itu—jaringan ormas Islam dan kemiripan dalam visi kekerabatan agama dan negara antara partai-partai tengah dengan partai Islam dan partai berbasis massa Islam—dapat dipahami bahwa sebagian besar pemilih dari ormas Islam menentukan partai-partai tengah itu. Partai Islam bakal memiliki nilai lebih di mata pemilih bila bisa mengambil prakarsa dan mewujudkan UU dan kebijakan yang islami dalam duduk masalah ekonomi , dalam pengertian lebih memperhatikan pemerataan daripada pertumbuhan. Juga kalau berhasil mengegolkan kebijakan dalam memperluas jalan masuk kepada masyarakat dalam memperoleh pendanaan untuk usaha.
Salahuddin Wahid , Pengasuh Pesantren Tebuireng
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Memudarnya Partai Islam"