Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Menanti Langkah Megawati

Ikrar Nusa Bhakti

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri belakangan ini mungkin sedang mengalami kegalauan politik: apakah bakal maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2014 ataukah memperlihatkan kesempatan kepada kader PDI-P yang lebih muda , berbobot , dan memiliki elektabilitas yang sangat tinggi , yakni Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi.

Berbagai opsi mungkin sedang dipertimbangkan PDI-P , khususnya Megawati , soal siapa capres yang bakal diajukan PDI-P. Opsi pertama , Megawati tetap maju , disandingkan dengan Jusuf Kalla , menyerupai hasil survei CSIS Januari 2012 yang meletakkan Megawati dan Jusuf Kalla sebagai capres paling populer; Megawati (91 ,6 persen) dan Jusuf Kalla (84 persen). Opsi kedua , Megawati sebagai capres didampingi Jokowi alasannya yaitu keduanya memiliki elektabilitas yang tinggi dari banyak sekali survei , termasuk penelitian kualitatif mengenai calon pemimpin yang dilakukan Institute for Transformation Studies (Intrans) belum usang ini. Opsi ketiga , Jokowi disandingkan dengan Puan Maharani , yang sekarang menjadi Ketua Fraksi PDI-P di dewan perwakilan rakyat dan salah satu ketua DPP PDI-P. Opsi keempat , Jokowi menjadi capres dan cawapresnya sanggup dicari dari dalam atau luar PDI-P.

Mari kita analisis keempat opsi tersebut. Opsi pertama sulit untuk dipilih alasannya yaitu baik Megawati maupun Jusuf Kalla yaitu generasi renta yang sulit untuk mendapat derma dari pemilih muda (17-29 tahun) yang merupakan pemilih terbesar di negeri ini. Mega juga sudah dua kali menjadi capres (Pilpres 2004 dan 2009) yang keduanya dikalahkan setrik telak oleh Susilo Bambang Yudhoyono.

Opsi kedua memiliki kemungkinan yang lebih baik dari opsi pertama. Namun , hasil Survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dilakukan terhadap 1.799 responden di 34 provinsi pada 10-31 Mei 2013 memperlihatkan , figur presiden yang ideal yaitu dari kalangan pria 65 ,8 persen , sedangkan wanita hanya 2 ,8 persen. Ini berMakna , seorang presiden berjenis kelamin pria masih menjadi figur yang diidolakan.

Jika opsi kedua ini yang dipilih , ini juga sanggup menjadi blunder politik buat Jokowi alasannya yaitu ia bakal menjadi cawapres yang gagal terpilih pada 2014. Dengan kata lain , masa depan karier politik Jokowi bakal mandek. Opsi ketiga juga bukan pilihan yang baik alasannya yaitu lagi-lagi preferensi pilihan ideal seorang capres wanita hanya 3 ,6 persen. Popularitas Puan Maharani menduduki urutan ke-22 dengan 32 ,6 persen dalam survei sama yang dilakukan LIPI. Namun , nama Puan Maharani tidak masuk capres yang memiliki elektabilitas tinggi.

Opsi keempat , bila kita lihat dari banyak sekali survei kuantitatif dan kualitatif , yang menempatkan Jokowi sebagai capres yang berkualitas dan memiliki elektabilitas yang tinggi yaitu opsi terbaik. Sekjen PDI-P Tjahjo Kumolo terlalu tergesa-gesa menyatakan bahwa walau elektabilitas Jokowi tinggi , PDI-P tidak mempersiapkan Jokowi menjadi capres.

Opsi keempat ini memang memiliki problematik politik tersendiri. Jokowi masih menduduki jabatan Gubernur DKI Jakarta. Namun , jikalau 56 persen responden dari sebuah survei menyatakan tidak keberatan Jokowi maju , itu memperlihatkan bahwa terbuka kesempatan bagi Jokowi untuk maju sebagai capres. Persoalan apakah Jokowi (capres) bakal disandingkan dengan Jusuf Kalla (cawapres) , pasangan muda-tua , atau dengan Pramono Anung (muda-muda) atau siapa pun , itu yaitu soal lain.

”Brand” Jokowi

Jokowi yaitu orang yang dipersonalisasikan sebagai penggalan dari kaum Marhaen yang berupaya menembus pasar dunia melalui perjuangan mebelnya yang kecil. Jokowi yaitu juga orang yang merakyat atau dianggap sebagai penggalan dari orang kebanyakan yang jujur , tekun , memiliki keterampilan memerintah , bisa mengarahkan bawahan untuk mencapai tujuan bersama , mau blusukan ke kampung-kampung kumuh dan bukan hanya menunggu laporan ”asal bapak senang” dari bawahannya , dan visioner. Jika teman saya Rizal Sukma di harian Kompas menyatakan bahwa presiden yang bakal tiba harus tahu politik dan ekonomi internasional , bukan hanya Hatta Rajasa , Aburizal Bakrie atau Gita Wirjawan yang memilikinya , melainkan Jokowi juga. Sebab , sebagai pengusaha mebel ia niscaya tahu diplomasi dan pemasaran internasional , tahu gimana melaksanakan bargaining , tahu soal WTO , tahu betapa sulitnya menembus pasar Eropa dan Amerika yang menekankan eco-labelling , tahu gimana berkompetisi , dan sebagainya.

Brand Jokowi menyerupai itu sudah menempel pada dirinya. PDI-P tidak perlu memoles Jokowi melalui instruktur penampilan (performance coach) menyerupai yang dilakukan Susilo Bambang Yudhoyono , tidak perlu membiayai konsultan politik ataupun forum polling untuk melaksanakan survei ihwal Jokowi , atau juga menyewa konsultan pencitraan Agar gambaran Jokowi bisa ditingkatkan.

PDI-P bahkan tidak perlu mengundang media massa cetak , elektronik , media umum , atau media online untuk meliput banyak sekali atrik Jokowi alasannya yaitu setiap kegiatan Jokowi sudah otomatis diliput wartawan dari dini hari hingga dini hari lagi alias 24 jam! Satu keunikan di periode reformasi politik di Indonesia yang juga terpengaruh amerikanisasi politik Indonesia , elektabilitas Jokowi yang tinggi yaitu hasil dari brandJokowi sebagai pemimpin yang jujur , merakyat , dan visioner yang didukung media massa dan forum polling.

Suksesi politik

Pertanyaan yang muncul kemudian , apakah dinasti Soekarno bakal kehilangan kesempatan menjadi pemimpin bangsa? Jawabannya niscaya tidak. Megawati Soekarnoputri bakal tertulis dalam sejarah politik Indonesia sebagai tokoh politik besar yang legowo memperlihatkan kesempatan kepada orang kecil untuk menjadi presiden RI.

Megawati selama ini telah bisa membangun abjad PDI-P sebagai partai yang solid , didukung rakyat , dan tak tergiur untuk masuk kabinet. Megawati juga mengakibatkan PDI-P sebagai satu-satunya partai yang bisa menghadirkan dan mengader para pemimpin atau calon pemimpin muda. PDI-P memiliki kader muda yang sudah teruji dan terbukti menyerupai Jokowi , Ganjar Pranowo , Pramono Anung , Rieke Dyah Pitaloka , Eva Sundari , atau Budiman Sujatmiko. Masih banyak kader PDI-P di sejumlah wilayah Indonesia yang juga sudah terbukti sebagai kepala tempat yang bisa membangun wilayahnya dan menyejahterakan rakyatnya.

Megawati sanggup naik pangkat menjadi resi politik , menduduki jabatan yang dulu dijabat mendiang suaminya , Taufiq Kiemas , dan memperlihatkan tampuk kepemimpinan partai kepada sang putri , Puan Maharani. Pada dikala yang sama , putra Megawati , Prananda , juga sudah sanggup dikader semenjak sekarang Agar sehabis Jokowi menuntaskan jabatannya sebagai presiden RI untuk dua kali masa jabatan , Prananda atau Puan atau Puti Guntur Soekarnoputri sanggup dimajukan sebagai capres asalkan memiliki kepiawaian politik , kejujuran , dan visi yang terang untuk membangun jiwa dan raga Indonesia.

Jika ini yang menjadi pilihan langkah strategis Megawati pada 2013 , ia telah melaksanakan langkah besar bersejarah yang bisa menyelamatkan PDI-P dan Indonesia. PDI-P harus cepat memutuskan Jokowi sebagai capres , sembari mendukung Jokowi Agar mimpinya untuk membangun Jakarta Agar lebih manusiawi benar-benar sudah di jalan yang benar (on the right track). Jika Jokowi ditetapkan sebagai capres PDI-P pada 17 Agustus 2013 ini , bukan tidak mungkin elektabilitas PDI-P bakal melambung tinggi alasannya yaitu mendukung capres alternatif pilihan rakyat dan bukan hanya pilihan partai. Namun , Jokowi juga harus tetap kerja keras sebagai Gubernur DKI Jakarta dan jangan membuat langkah-langkah yang menyakiti hati rakyat atau lupa kacang bakal kulitnya.


0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Menanti Langkah Megawati"

Total Pageviews