Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Memberdayakan Manajemen

Bob Widyahartono  

BANYAK sumber daya insan , terutama eselon menengah , yang menjadi mapan dan enggan belajar. Mereka tersebar di organisasi bisnis , perbankan , dan instansi pemerintah , yang tidak punya semangat untuk lebih bermutu dan menumbuhkan ”jiwa kewirausahaan”. Alasan-alasannya biasanya klasik , menyerupai kurang waktu , balas jasa yang tidak memadai untuk berkarya lebih profesional , dan beretika dalam melayani.

Sebaliknya , banyak administrasi puncak kita justru terbawa kebiasaan administrasi Barat yang menuntut ke bawah untuk berinovasi sehingga menganggap manajer tingkat menengah langka berinovasi , dalam Makna ndeso dalam operasi manajerial , stagnan dalam aktivitas sehari-hari , dan tidak mau mengubah diri.
Maka , sekarang saatnya berinisiatif menjadi pemimpin yang efektif dan menggerakkan perubahan.

Namun , sebelum mengakibatkan diri ”pemimpin efektif” , seseorang harus melihat realitas dengan menggugat diri. Baru sehabis itu membangun kesadaran bersama dalam organisasi Agar jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) berpeluang tumbuh.

Inovasi jadi kunci

Kita perlu berguru dari pengalaman pelaku administrasi Jepang , Korea Selatan , dan China , yang semenjak dekade 1980-an gigih membuka peluang dan mengatasi kendala dalam diri dengan satu kata kunci: inovasi.

Ilmuwan Jepang , Prof Ikujiro Nonaka , bersama Prof Hirotaka Takeuchi , pada tahun 1995 sudah mengungkapkan penemuan sebagai suatu proses penciptaan pengetahuan dalam organisasi (organizational knowledge-creation). Namun , ini harus didukung interaksi dalam organisasi antara tingkatan puncak , menengah , dan bawahan dan sekaligus untuk menggerakkan tugas administrasi menengah.

Dalam hal ini , ada yang tidak terucapkan dan terucapkan. Yang terucapkan sanggup dibagi dalam dua jenis: know-how (aspek prosedural) dan semacam frame of reference.

Inilah yang dikenal sebagai mental model , meliputi paradigma dan keyakinan tradisional dalam memersepsi dunia dan lingkungan.

Berikutnya ialah yang dinyatakan setrik eksplisit (Maknaculable). Pengetahuan yang nyata (Maknaculable) ialah berkenaan dengan pengetahuan yang dialihkan (transmittable) dalam bahasa formal , sistematik , sedangkan pengetahuan yang tak terungkapkan (tacit) ialah mempribadi , sulit diformulasi , dan tidak gampang dikomunikasikan.

Dengan pendekatan di atas , muncul pertanyaan , apa langkah faktual untuk memberdayakan administrasi menengah?

Model penyintesis

Model top-down dan bottom-up sudah usang dianggap sebagai dua proses dikotomis manajerial yang saling bertentangan dalam kebanyakan organisasi , dengan kebekuan di pihak administrasi menengah.

Maka , kehadiran middle-up-down menjadi sintesis untuk membuka spektrum gres dalam mengontribusikan semangat untuk menyerap pengetahuan.

Misalnya , mendapatkan hasil kemajuan teknologi isu , menyerupai telepon seluler dan internet , sebagai sarana untuk menstimulasi pelayanan sempurna waktu.

Inilah tantangan ke depan. Langkah-langkah yang perlu digerakkan oleh pimpinan dalam Makna menstimulasi kebersamaan administrasi dalam membuatkan praktik-praktik dasar nyata yang menstimulsi kreativitas tanpa terjebak kepuasan instan.

Bob Widyahartono  Lektor Kepala Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Memberdayakan Manajemen"

Total Pageviews