Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Partai Islam Dan Demokrasi

Zuly Qodir 

Kiamat Sudah Dekat! Judul tayangan serial televisi yang kerap muncul itu agaknya sempurna memperlihatkan ilustrasi atas kondisi partai-partai dakwah di negeri ini.

Gambaran itu juga bisa menjadi ilustrasi hendak kiamatnya partai Islam di Indonesia pada Pemilu 2014 setrik keseluruhan.

Berdasarkan penelitian Lingkaran Survei Indonesia 2012 , partai Islam hanya bakal menjadi komplementer alias pelengkap pada pemilu mendatang. Beberapa faktor yang mengakibatkan merosotnya perolehan bunyi partai Islam antara lain menguatnya fenomena ”Islam Yes , Partai Islam No” , pendanaan partai politik , tindakan kekerasan organisasi massa Islam , dan kemampuan partai nasionalis mengako- modasi kepentingan umat Islam. Hal lain yaitu sikap politisi partai dakwah yang kacau-balau.

Dalam konteks demokrasi di Indonesia , agaknya ini bisa kita jadikan pelajaran berharga perihal kehadiran partai Islam atau gerakan Islam politik yang setiap lima tahun turut serta dalam pemilu , tetapi tak pernah memberi warna setrik signifikan. Dalam kaitan itu , tampaknya slogan ”Islam Yes , Partai Islam No” cukup relevan bila dikaitkan dengan perolehan bunyi partai Islam.

Suara merosot

Pemilu 2014 memang bakal digelar pada April mendatang , tetapi mendiskusikan setrik serius perihal kehadiran partai Islam sebagai gerakan Islam politik perlu dilakukan semenjak kini lantaran beberapa kecenderungan yang terus bergulir. Beberapa penyebab menurunnya bunyi partai Islam merupakan gosip usang , ibarat skandal korupsi , politik uang , dan politik transaksi yang bakal terus membuat kebangkrutan partai Islam dalam setiap pemilu.

Sebagai pola , sebut saja pada Pemilu 2009 , PKS diprediksi bakal memperoleh bunyi 22 persen. Ternyata hanya 8 ,7 persen , naik satu angka dari Pemilu 2004. Bahkan , partai Islam ibarat PPP dan PBB benar-benar hancur dalam Pemilu 2009.

Hal itu memperlihatkan bukti lain bahwa wibawa dan akidah umat Islam kepada partai Islam semakin hari , dari pemilu ke pemilu , semakin hilang dengan kinerja dan sikap partai berlabelkan Islam. Umat Islam tampaknya semakin cerdas dan tidak bisa lagi dikibuli oleh para petinggi partai Islam yang menggunakan simbol dan label Islam dikala kampanye pemilu , tetapi sehabis pemilu selesai , perilakunya tidak berbeda dengan partai tidak bersimbol dan berlabel Islam.

Oleh alasannya yaitu itu , bila pada Pemilu 2014 benar-benar terjadi partai Islam hanya memperoleh bunyi di bawah 5 persen , gagasan almarhum Nurcholish Madjid perihal ”Islam Yes , Partai Islam No” telah mulai dipahami dan diinternalisasi oleh umat Islam. Umat Islam tidak lagi silau dengan slogan , simbol , ataupun janji-janji. Umat Islam Indonesia telah berulang kali mengalami pemilu dan saban pemilu problem selalu berulang.

Oleh alasannya yaitu itu , umat Islam bakal benar-benar selektif dalam memilih pilihannya , bukan menurut simbol dan slogan.

NU dan Muhammadiyah

Memperhatikan semakin cerdasnya umat Islam di Indonesia , lantaran aneka macam atrik organisasi Islam ibarat Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) yang ”pernah terpeleset” dalam kubangan pemilu , maka para petinggi partai Islam bersama-sama sanggup menggunakan hasil temuan-temuan forum survei ibarat Lingkaran Survei Indonesia , Lembaga Survei Indonesia , atau Soegeng Soerjadi Syndicate.

Lembaga-lembaga itu menempatkan partai Islam—diprediksi—bakal terpuruk sebagai pelajaran berharga alasannya yaitu selama ini partai Islam demikian percaya diri dalam prediksi perolehan bunyi pada pemilu pasca-Orde Baru , padahal nyatanya hasil pemilu berkata lain.

Keberhasilan dakwah kultural Muhammadiyah dan NU dari kota hingga ke pelosok desa bakal semakin tegas ketika pada periode belakangan sikap partai Islam tidak berbeda dengan sikap partai bukan Islam. Elite dan kader partai bukan Islam banyak terlibat korupsi.

Hal sama ternyata terjadi pada partai Islam. Sebagian elite dan kadernya terlibat korupsi setrik berjemaah. Ini tentu saja tidak bakal menutup mata umat Islam yang bakal dijadikan target alias obyek pada Pemilu 2014 mendatang oleh partai Islam semacam PKB , PAN , PPP , PBB , PKS , dan partai Islam lain bila nanti mengikuti Pemilu 2014.

Pertarungan di antara sesama partai Islam pun semakin keras memperebutkan pemilih Muslim dari Muhammadiyah , NU , dan Syarikat Islam serta kelompok Islam kecil-kecil semacam Persis , jemaah pengajian yang bertebaran di seantero Nusantara. Padahal , sebagian jemaah pengajian merupakan buatan partai politik bukan Islam , ibarat Partai Golkar dan Partai Demokrat.

Setrik khusus perhatian kita pada partai yang menyebut dirinya sebagai partai dakwah , ternyata yang dipertontonkan pada publik yaitu keculasan , kerakusan , dan kesombongan belaka; bukan kesantunan , rendah hati , dan pemaaf. Beberapa kasus skandal yang belakangan terjadi dan menimpa partai Islam bakal semakin memperburuk wajah partai Islam itu sendiri. Skandal elite-elite partai Islam dengan perempuan-perempuan di sekelilingnya bakal semakin membuat kiamatnya partai dakwah tersebut.

Hadirnya elite politik partai dakwah yang terkena aneka macam kasus ibarat korupsi , tindakan asusila , serta tindakan kriminal lainnya bakal semakin menggiring ke arah selesai hidup partai dakwah. Partai yang mengklaim higienis , suci , bagaikan malaikat ternyata benar-benar bukan partainya para malaikat yang tanpa nafsu syahwat dan serakah. Partai apa pun namanya tetaplah partai para politisi yang memiliki hasrat Rahwana dengan pelbagai nafsu serakahnya.

Di situlah , agaknya , bunyi Partai Islam pada Pemilu 2014 memang bakal semakin merosot tajam. Nasib partai Islam pendek kata bakal selesai zaman pada Pemilu 2014 dalam alam demokrasi yang semakin mencerdaskan umat Islam. Demokrasi yang tengah disemaikan di Indonesia , sekalipun masih compang-camping , tetaplah memberi impian kepada bangsa ini untuk lebih baik ketimbang bangsa-bangsa yang diperintah setrik sewenang-wenang dan penuh dengan kekejaman.

Keberhasilan demokrasi yang berkembang di Indonesia tidak lepas dari tugas NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia sebagai penyangga masyarakat sipil.

Zuly Qodir Sosiolog Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Partai Islam Dan Demokrasi"

Total Pageviews