Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Ruh Pendidikan Tinggi

Andrianto Handoyo  

Yang disebut ”abstrak” tidaklah berwujud fisik , bahkan diungkapkan setrik tertulis pun acapkali sukar. Contohnya: semangat , harapan tinggi , ruh.

Sebagian orang merasa kurang nyaman dengan sifat tak konkretnya alasannya dianggap kabur , gampang menjadikan multipersepsi. Maka , timbul hasrat untuk menyatakannya setrik tertulis , yang lama-kelamaan marak menjadi kecenderungan untuk menuangkan banyak kasus dalam bentuk kalimat. Dibandingkan belasan tahun silam , kini hampir setiap forum dan organisasi gemar menampilkan visi dan misi , apa pun isinya. Sesuai namanya , pendidikan tinggi mengajarkan (dan mengembangkan) ilmu paling tinggi , lebih atas tingkatnya dari pendidikan menengah , apalagi dasar. Apa yang ditekuni benar-benar teratas dan terbaru , diramu dari inovasi para ilmuwan besar , merupakan jejak dari nalar kebijaksanaan dan puncak-puncak peradaban manusia.

Dengan bahan ibarat itu , perlu sejumlah upaya semoga tujuan penguasaan ilmu sanggup dicapai. Kemampuan menyerap dan menguasai mesti didorong hingga maksimal. Bayangan bakal kerumitan dan kesukaran ditembus melalui segala trik. Dengan memanfaatkan buku-buku , Maknakel dalam jurnal , tanya jawab yang intensif , lagi berpikir tekun seakan tak pernah berhenti.

Sering terasa betapa banyak pengetahuan dan kemampuan belum dikuasai. Bukan alasannya di Google tak berjumpa atau literaturnya masih harus dicari , tetapi memang belum ada sejauh-jauh perbendaharaan ilmu manusia. Dalam keadaan ini , orang pun melaksanakan riset , atrik yang ketat mengikuti mekanisme ilmiah , jangan hingga tertipu data palsu atau kesimpulan keliru. Salah satu syaratnya , pikiran mesti terbuka tetapi cuek dan tanpa pamrih. Daoed Joesoef menyebutnya disinterestedness.

Sikap ibarat itu dipertahankan ketika riset sudah selesai dan kesannya disiapkan untuk publikasi. Sambil tetap memegang obyektivitas dan kejujuran , penulisan dilakukan cermat dengan kalimat padat dan pas , contohnya alih-alih ”mengklaim” (penemuan baru) , tulisannya lebih baik ”mengusulkan”. Rendah hati , seraya bersikukuh mengibarkan kebenaran dan kebaruan. Ini semua hanyalah sebagian sikap dan suasana yang (seharusnya) berkecamuk di lingkungan pendidikan tinggi. Sukar dijabarkan setrik utuh dan lengkap dalam visi , misi , statuta , atau dokumen lain. Namun , sangat penting sebagai ruh yang menjiwai kehidupan universitas dan institut.

Kondusif

Di balik problem perguruan tinggi yang diidentifikasi Hendra Gunawan (Kompas , 19/8) dan Terry Mart (Kompas , 30/8) , sebuah latar belakang ialah seberapa besar lengan berkuasa napas ruh yang disebut di atas dihirup oleh penghuni kampus. Apakah nilai dan spirit tinggi menerima perhatian besar sehingga memengaruhi dan mengimbas pada kebijakan dan praktik yang berlaku. Di perguruan tinggi lazim berlangsung pertukaran pikiran yang bisa mendalam dan sungguh-sungguh , di laboratorium , kamar kerja , selasar , ketika minum kopi , atau kesempatan lain. Dari situ kerap diperoleh inspirasi guna menembus kemacetan riset , saran perihal metode yang layak ditempuh , atau sekadar sekelumit pencerahan. Inilah kehidupan akademik. Bukan saja ada peningkatan ilmu , melainkan juga penciptaan atmosfer aman , suasana yang bisa membuat orang serasa berdosa jikalau tak ikut berkeras dan rajin mengejar kepandaian.

Namun , dikaitkan dengan pendanaan melalui regulasi keuangan , ternyata tradisi akademik di atas tak diakui. Yang boleh dibiayai (baca: menerima apresiasi) ialah pertemuan resmi , bukan yang informal meski bermanfaat besar. Harus ada permintaan tertulis , daftar hadir bertanda tangan akseptor , dan laporan atau notulensi. Mungkin ini salah satu penyebab jikalau kini terasa susut penyuaraan nilai-nilai akademik yang unggul. Tak gampang menjaga harta yang berharga , mana serba abnormal pula. Patut disampaikan salut kepada guru besar , pengajar , sivitas akademika , yang di tengah banyak sekali situasi terus menguatkan , memelihara , menularkan dan mewariskan ruh pendidikan tinggi , kekayaan yang sangat berMakna.

Andrianto Handoyo Guru Besar Teknik Fisika ITB , Ketua Dewan Riset Nasional

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Ruh Pendidikan Tinggi"

Total Pageviews