Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Prajurit Sapta Marga

Kiki Syahnakri

Tugas pokok Tentara Nasional Indonesia yakni menegakkan kedaulatan negara , mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 , serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Dengan demikian , Tentara Nasional Indonesia tidak sekadar bertanggung jawab terhadap musuh atau ancaman militer dari luar yang bakal mengganggu keutuhan wilayah , melanggar kedaulatan , atau mencuri kekayaan alam. Tentara Nasional Indonesia bertanggung jawab pula terhadap tegaknya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (yang dijiwai oleh pembukaannya) , serta keselamatan bangsa.

Tugas pokok Tentara Nasional Indonesia itu didasarkan pada amanah alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 , serta Sapta Marga dan jati diri Tentara Nasional Indonesia sebagai tentara pejuang , tentara rakyat , tentara nasional , dan tentara profesional. Inilah sikap kejuangan Tentara Nasional Indonesia yang menegaskan posisinya sebagai alat negara , ”bukan alat pemerintah atau golongan”.

Bahkan , saat seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia pensiun , jiwa Sapta Marga tak pernah ditanggalkan , tetap menempel sesuai jati dirinya sebagai prajurit pejuang. Tugas sebagai bayangkari bangsa-negara gres berakhir saat salvomengiringi kepergian untuk selama-lamanya.

Spektrum ancaman

Sikap kejuangan ini sejalan dengan apa yang dikatakan Elliot E Cohen , kiprah militer antara lain melindungi orde politik dan sosial tanpa melibatkan diri dalam politik praktis. Peran ideal militer yakni sebagai ”garda bangsa yang profesional”. Namun , militer di mana pun niscaya bakal terpanggil masuk ke ranah politik (negara) manakala keutuhan bangsa-negara telah menjadi taruhan dalam kontradiksi politik-ideologis atau perseteruan antarkelompok yang amat membahayakan. Itulah patisari makna ”politik negara”.

Tugas pokok Tentara Nasional Indonesia tidak dapat dijalankan setrik bangkit sendiri. Karena sifatnya yang interdependen dan komplementer , maka harus terpadu dengan kiprah penyelenggaraan pemerintahan negara lainnya di bidang kesejahteraan , pendidikan , penegakan aturan , diplomasi , dan lainnya.

Dunia masih diwarnai konflik berkepanjangan. Berbagai konflik global itu tidak hanya mengancam negara yang terlibat pribadi , tetapi juga menjadi ancaman pula bagi keamanan regional , bahkan nasional. Konflik intranegara , menyerupai di Myanmar , Thailand , Filipina , dan Indonesia sendiri , juga belum bakal terselesaikan dengan cepat. Hal lain yang tidak dapat dipandang remeh yakni ”krisis energi dan pangan” yang sekarang membayangi umat insan dalam skala global.

Namun , ancaman paling mematikan bersifat nonmiliter yang bersumber pada sikap klasik kaum kolonial lewat tindakan hegemoni politik , eksploitasi ekonomi/SDA , serta penetrasi budaya yang tidak pernah berhenti. Hanya bungkusnya yang berubah menjadi menjadi neokolonialisme , dengan taktik yang jauh lebih canggih. Tak lagi menggunakan kekuatan militer model VOC , tetapi lewat trik perang generasi ke-4 , menyerupai perang ekonomi , gosip , dan budaya. Bentuk tindakannya antara lain menyebar ”virus” individualisme-liberalisme serta menggulirkan aktivitas reformasi global ala ”Musim Semi Arab” , dengan dagangan utamanya: demokrasi , HAM , dan lingkungan hidup.

Tanpa terasa—akibat sejumlah kelemahan dan kebebalan internal—Indonesia telah menjadi target empuk neokolonialisme sehingga tanpa kehilangan sejengkal tanah pun , kedaulatan politik , ekonomi , aturan , ataupun budaya kita telah dipreteli. Setrik derivatif terjadi proses pemiskinan dan pembodohan rakyat yang berkepanjangan sebab sebagian besar ”dollar” hasil eksploitasi SDA mengalir keluar , sebagian lagi dikorupsi , sampai yang menetes untuk kesejahteraan , pendidikan , dan kesehatan rakyat sangat minim jumlahnya.

Akibat lainnya , bermunculan benih separatisme di beberapa daerah. Bahkan di kawasan tertentu , menyerupai Papua , sudah disertai agresi pemberontakan bersenjata. Terorisme dan konflik komunal berlatar belakang ideologi , politik , ekonomi dan krisis budaya pun meningkat tajam.

Dengan demikian , spektrum ancaman yang dihadapi Tentara Nasional Indonesia dan segenap bangsa yakni perang terbatas (walaupun kecil kemungkinannya , tetapi tetap harus diperhitungkan) , kelompok separatis bersenjata , terorisme , pencurian/penjarahan kekayaan alam , krisis pangan dan energi , serta konflik komunal yang kian marak dan mengancam keutuhan bangsa. Namun , bahwasanya , ancaman paling berbahaya yakni ulah neokolonialisme.

Kewaspadaan

Menjelang tahun 2014 , atmosfer politik pekat diwarnai persaingan tak sehat , banyak sekali kampanye hitam , serta saling jerat bongkar borok aturan dan perkara korupsi. Pada sisi lain , persiapan Pemilu 2014 sepertinya lebih jelek ketimbang 2009. Data pemilih masih bermasalah besar , perbedaan jumlah ”daftar pemilih sementara” sebelum dan sehabis perbaikan sangat mencolok , ditemukan jutaan pemilih ganda , dan seterusnya. Hal ini menjadikan potensi konflik cukup besar.

Negarawan Inggris , Edmund Burke , mengingatkan kita: ”Adalah takdir seorang prajurit harus selalu menunggu dalam ketak- pastian dalam sebagian besar hidupnya , untuk suatu krisis yang mungkin tidak bakal pernah datang. Merupakan fungsi dan tugasnya untuk mengetahui trik mengatasinya manakala krisis itu terjadi. Menjadi kode kehormatannya untuk mengorbankan semua yang beliau miliki.”

Kini , krisis tersebut tengah membayangi kita , bahkan bahwasanya telah menghinggapi. Saatnya Tentara Nasional Indonesia meningkatkan kewaspadaan dan komitmennya terhadap kiprah pokok , dengan tetap berpegang pada Sapta Marga dan jati dirinya. Harus siap dengan ”rencana tindakan penyelamatan”. Meliputi tindakan preventif , persuasif , dan planning kontingensi , manakala krisis tersebut bereskalasi dan membahayakan.

Namun , potret ancaman di atas memperingatkan , bahwasanya kiprah para politisi/ penyelenggara negara yang lebih memilih dalam menjaga kedaulatan dan menegakkan demokrasi. Dirgahayu TNI...

Kiki Syahnakri , Ketua Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Prajurit Sapta Marga"

Total Pageviews