Bambang Prasetyo
KURANGNYA pasokan materi pangan di pasar serta lonjakan harga semakin tidak masuk akal , terutama beberapa komoditas , menyerupai bawang merah , cabe , telur , daging ayam , dan daging sapi. Ironis , memang , negara agraris ini setiap tahun selalu menghadapi masalah pasokan materi pangan bagi rakyatnya.
Melonjaknya harga beberapa komoditas pangan membebani konsumen rumah tangga , yang pada akibatnya memicu inflasi dan membebani perekonomian nasional. Namun , para pejabat terkait terkesan panik dan tidak menguasai masalah sehingga terlambat bertindak. Akibatnya , gejolak harga beberapa komoditas cenderung tidak terkendali.
Salah satu faktor penyebab berulangnya fenomena tersebut ialah kurang diperhatikannya data dan isu mengenai status masing-masing komoditas pertanian , baik dari sisi seruan maupun penawaran. Di sisi lain , kondisi tersebut memperlihatkan betapa pentingnya data dan isu yang benar sebagai dasar pengambilan kebijakan.
Sebenarnya , selain di forum penelitian universitas , hampir semua permasalahan pertanian di negeri ini telah diteliti dan dikaji dengan seabrek rekomendasi sebagai solusinya. Di Kementerian Pertanian , contohnya , terdapat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dengan pusat-pusat penelitian serta balai-balai penelitian dari aneka macam komoditas. Mereka meneliti mulai dari teknik akal daya , analisis sosial ekonomi , proses produksi , sampai pascapanen dan pemasarannya.
Lebih dari itu , di hampir setiap provinsi terdapat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang mengkaji hampir semua permasalahan teknis agronomi dan sosial ekonomi komoditas pertanian spesifik lokasi.
Misalnya , penelitian mengenai volatilitas harga materi pangan pokok , menyerupai beras , gula , daging sapi , daging ayam , telur , dan cabe , sudah ada dan selalu di perbarui data dan informasinya. Dari hasil penelitian tersebut kita sanggup mengetahui berapa banyak penawaran dan seruan terhadap komoditas pertanian pokok nasional dan provinsi , sentra-sentra produksi , tata niaga pasar , serta prediksi kapan harga bakal naik dan turun , kapan impor diharapkan dan dengan trik gimana.
Dengan demikian , bahwasanya permasalahan kelangkaan barang dan gejolak harga yang tak terkendali tidak perlu terjadi. Sayangnya , data dan isu itu hampir tidak pernah dipakai sebagai materi pengambilan kebijakan yang lengkap. Kasus kedelai , pupuk , benih , dan kuota dagingsapi memperlihatkan bahwa pengambilankebijakan dilakukan tidak menurut hasil riset yang presisi. Justru data dan isu di luar sistem kementerian yang lebih dipercaya sebagai materi pengambilan kebijakan.
Tidak gampang membiasakan contoh berpikir , bekerja , dan bertindak menurut hasil riset di birokrasi pemerintahan. Hasil riset menawarkan isyarat dan citra kondisi riil permasalahan di lapangan sehingga kebijakan yang dibentuk berlandaskan data dan isu dari hasil riset bakal menawarkan solusi yang pas.
Lebih jauh , salah satu faktor penting dalam pengambilan kebijakan ialah kapasitas individu pengambil kebijakan. Seorang penentu kebijakan di kementerian teknis semacam Kementerian Pertanian , contohnya , harus memiliki akumulasi pengetahuan dan pengalaman lapangan sehingga bisa menerjemahkan fakta dan data menjadi sebuah kebijakan.
Kepentingan politik
Tidak sanggup dimungkiri bahwa Kementerian Pertanian merupakan satu-satunya forum birokrasi pemerintah yang memiliki cakupan wilayah kerja dan birokrasi yang bersentuhan pribadi dengan masyarakat pedesaan di seluruh negeri. Pengalaman selama ini memperlihatkan , tidak sedikit kegiatan pertanian berupa tunjangan sarana produksi dipaksakan di suatu wilayah yang setrik agroekologi dan sosial ekonomi tidak sesuai.
Kenyataan yang lebih ekstrem ialah dalam satu wilayah terdapat penumpukan kegiatan program-program pertanian dan alokasi dana yang ditentukan semata-mata menurut pertimbangan politis untuk menjaring perolehan suara. Dapat diduga bahwa kegiatan semacam ini bakal gagal dan berMakna penghamburan uang negara.
Dalam hal ini perlu diapresiasi langkah Kementerian Pertanian yang membentuk tempat pertanian dengan prioritas komoditas unggulan di masing-masing wilayah kabupaten.
Pembentukan tempat pertanian didasarkan atas proposal masing-masing pemerintah kabupaten , yang kemudian dievaluasi setrik akademis dengan melibatkan forum penelitian. Langkah tersebut setidaknya bakal mengurangi program-program yang tidak didasarkan pada kondisi agroekologi wilayah dan mengoptimalkan anggaran negara.
Penutup
Tantangan penyediaan pangan melalui produksi komoditas pertanian ke depan bakal semakin sulit. Untuk itu , pemanfaatan hasil riset komoditas pertanian dalam kaitannya dengan peningkatan produksi dan nilai tambah untuk meningkatkan penawaran komoditas mutlak dilakukan.
Peluang peningkatan produksi komoditas hanya bakal diperoleh dengan penerapan teknologi budidaya yang benar. Dengan demikian , tantangan bagi forum riset ialah kemampuan menyediakan teknologi dan isu yang sanggup diakses para pemangku kepentingan.
Membangun basis data dan melaksanakan inventarisasi isu teknologi budidaya komoditas pertanian dan analisis sosial ekonominya harus dilakukan.
Penguatan kolaborasi antara fungsi-fungsi penelitian dan pengembangan dengan pihak pemangku kepentingan dilakukan melalui perbaikan prosedur penyaluran isu , dan sintesis hasil riset.
Belajar dari pengalaman swasembada beras , dikala itu hampir semua pemangku kepentingan bekerja keras , termasuk para pemimpin nasional. Mereka berpMaknasipasi dalam pembentukan Badan Bimas , kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi , pembangunan sarana dan saluran irigasi , keterlibatan Bulog dalam stabilisasi harga beras , serta pengaturan impor. Bisakah kita melakukannya untuk pengembangan pangan lainnya? Sekarang?
Bambang Prasetyo Peneliti PSE-KP , Badan Litbang Pertanian
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Riset Untuk Kebijakan Pertanian"